Golkar

Golkar

Rabu, 24 Agustus 2016

Reog Ponorogo, Tradisi Dua Negeri di Pesisir Selatan Jawa

Reog Ponorogo,Tradisi Dua Negeri 
di Pesisir Selatan Jawa


Kesenian yang memiliki kata dasar “seni” dan memiliki arti kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi (luar biasa)”. Sedangkan Reog adalah sebuah kesenian tradisional yang merupakan perpaduan antara tari-tarian dan gerakan akrobatik yang diiringi dengan gamelan sebagai pengatur irama dalam pertunjukan tiap pementasannya. Kesenian Reog berasal dari propinsi Jawa Timur tepatnya kabupaten Ponorogo. 


Foto : Jongetje poserend bij de parafernalia voor Reog Ponorogo, te Jakarta ( Heins, E. 1982-8-31 via http://media-kitlv.library.leiden.edu/)

Reog merupakan salah satu kesenian tradisional dari sekian banyak kesenian tradisional yang dimiliki oleh Indonesia. Dalam buku milik Dinas Pendidikan Ponorogo berjudul mengenal Reog Ponorogo, kesenian ini lahir dan besar di kota yang sekarang dikenal dengan nama Ponorogo. Dalam proses terciptanya kesenian Reog ini terdapat dua sudut pandang yaitu menurut legenda dan menurut sejarah. Kata Reog diambil dari bebunyian atau suara yang dikeluarkan oleh gamelan pengiring ketika tarian ini dipentaskan, pencetus nama Reog adalah Ki Ageng Surya Alam (kumpulan kliping tari-tarian daerah) ada pula sumber yang mengatakan kata “Reog” atau “reyog” memiliki arti cukup ilmu, berwibawa serta luhur budinya.



Foto :  Leden van de Reog Ponorogo groep o.l.v. Pak Supapan, te Jakarta ( Heins, E. 1982-8-31 via http://media-kitlv.library.leiden.edu/)



Menurut legenda masyarakat Ponorogo kesenian Reog ini menceritakan tentang  perjuangan seorang raja yang akan melamar seorang permaisuri namun pada akhirnya sang raja gagal untuk meminang sang putri dan terciptalah pertunjukan yang belum pernah ada sebelumnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009) legenda adalah sebuah cerita rakyat pada zaman dahulu yang berhubungan dengan peristiwa sejarah. Sedangkan, menurut sejarahnya awal terciptanya kesenian ini sekitar tahun 1200 masehi oleh seorang patih Bantarangin bernama Raden Klana Wijaya atau biasa disebut Pujonggo Anom adalah sebuah pertunjukan satir yang mana di tujukan untuk seorang raja bernama Raden Klono Sewandono yang terlalu tunduk kepada permaisurinya yang mengakibatkan sang Raja lalai dalam memimpin negerinya.

Ada pula sumber lain yang diperoleh dari buku mengenal Reog Ponorogo (Dinas Pariwisata Ponorogo) menceritakan hal yang mendasari terciptanya kesenian Reog ini adalah inisiatif dari sang patih kerajaan Bantarangin yaitu patih Pujangga Anom dalam menghibur Rajanya yaitu Raja Kelono Sewandono yang ditinggal pergi oleh istrinya yaitu Putri Dwi Songgo Langit ketika diketahui sang istrinya tidak dapat memiliki anak. Sesungguhnya sang raja berkali-kali mencoba menahan kepergian sang permaisuri yang berkeinginan kembali kenegerinya yaitu Kediri untuk menjadi seorang petapa. Akan tetapi keingin sang permaisuri sudah bulat dan Raja pun melepas kepergian sang permasurinya dengan kesedihan. Karena itulah sang patih mementaskan sebuah pertunjukan tari-tarian yang menggunakan kepala harimau dan seekor merak yang hinggap diatasnya, hal ini dimaksudkan untuk mengenang kembali masa-masa perjuangan sang raja dalam mempersunting Putri Dwi Songgo Langit.

Akan tetapi dari setiap pementasan maupun pagelaran yang disajikan oleh para seniman Reog saat ini menggunakan versi dari R. Klana Wijaya atau biasa disebut dengan Pujangga Anom. Yang berceritakan tentang perjuangan raja Bantarangin Klono Sewandono dalam mempersunting putri dari kerajaan Kediri Putri Dwi Songgo Langit.

Sebagian versi menyebutkan bahwa pada suatu acara rutin tahunan dimana para pejabat daerah harus menghadap ke ibukota Majapahit sebagai tanda kesetiaan, Ki Ageng Kutu, Adipati Wengker (Sekarang Ponorogo), mempersembahkan tarian khusus buat Sang Prabhu. Tarian ini masih baru. Belum pernah ditampilkan dimanapun. Tarian ini dimainkan dengan menggunakan piranti tari bernama Dhadhak Merak. Yaitu sebuah piranti tari yang berupa duplikat kepala harimau dengan banyak hiasan bulu-bulu burung merak diatasnya. Dhadhak Merak ini dimainkan oleh satu orang pemain, dengan diiringi oleh para prajurid yang bertingkah polah seperti banci.(Sekarang dimainkan oleh wanita tulen). Ditambah satu tokoh yang bernama Pujangganom dan satu orang Jathilan. Sang Pujangganom tampak menari-nari acuh tak acuh, sedangkan Jathilan, melompat-lompat seperti orang gila.
Sang Prabhu takjub melihat tarian baru ini. Manakala beliau menanyakan makna dari suguhan tarian tersebut, Ki Ageng Kutu, Adipati dari Wengker yang terkenal berani itu, tanpa sungkan-sungkan lagi menjelaskan, bahwa :
  • Dhadhak Merak adalah symbol dari Kerajaan Majapahit sendiri.
  • Kepala Harimau adalah symbol dari Sang Prabhu.
  • Bulu-bulu merak yang indah adalah symbol permaisuri sang Prabhu yang terkenal sangat cantik, yaitu Dewi Anarawati.
  • Pasukan banci adalah pasukan Majapahit. Pujangganom adalah symbol dari Pejabat teras, dan
  • Jathilan adalah symbol dari Pejabat daerah.


Foto : Kesenian Reog Pada Tahun 1900-1940 an (File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Eerste bedrijf uit een Kuda Kepang spel met een tijger en dansers op stokpaarden tijdens een volksfeest te Ponorogo TMnr 60042407.jpg)



Foto : Kesenian Reog Pada Tahun 1920 an (File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Derde bedrijf uit een dansvoorstelling met topeng waarin Kjai Goenoreso de tijger bedwingt TMnr 10004818.jpg)




Foto : Kesenian Reog Pada Tahun 1928 (Koleksi Troppenmuseum)


Dimana Arti sesungguhnya adalah dimana pada saat Kerajaan Majapahit, ibarat diperintah oleh seekor harimau yang dikangkangi oleh burung Merak yang indah. Harimau itu tidak berdaya dibawah selangkangan sang burung Merak. Para Prajurid Majapahit sekarang berubah menjadi penakut, melempem dan banci, sangat memalukan! Para pejabat teras acuh tak acuh dan pejabat daerah dibuat kebingungan menghadapi invasi halus, imperialisasi halus yang kini tengah terjadi. Dan terang-terangan Ki Ageng Kutu memperingatkan agar Prabhu Brawijaya berhati-hati dengan orang-orang Islam!

Kesenian sindiran ini kemudian hari dikenal dengan nama REOG PONOROGO!

Reog Ponorogo dari Masa kemasa

Makna yang terkandung dalam Pentas seni Reog Ponorogo adalah sebuah pertunjukan satir yang ditujukan bagi seorang raja dimasa kejayaan Majapahit yang terlalu tunduk oleh Permaisurinya, yang diciptakan oleh seorang patihnya. Dengan mementaskan pertunjukan tersebut patih mencoba mengumpulkan masa dan bala tentara untuk penggulingkan pemerintahan yang hampir jatuh untuk kembali mendirikan kerajaan Majapahit yang sebenarnya. Perekrutan masyarakat saat itu untuk dijadikan bala tentara dan dilatih oleh sang patih yang kemudian menjadi seorang Warok.


Foto : Reog Ponorogo, sekitar 1949 via https://3.bp.blogspot.com




Foto : Reog Ponorogo Kini


Warok sendiri selain merupakan prajurit atau orang yang memiliki kekuatan kanuragan, biasanya dijadikan sebagai pemimpin suatu desa pada masa-masa penjajahan. Selain itu tradisi gemblak mulai dihilangkan oleh para Warok sekitar tahun 1980. Tradisi gemblak merupakan sebuah tradisi dimana para Warok menjaga ilmu kanuragannya dengan memelihara anak kecil yang tampan untuk dijadikan teman teman tidurnya. Dikarenakan para Warok mendapat pantangan untuk tidak melakukan hubungan dengan wanita atau istrinya. Dikarenakan norma di masyarakat sudah berubah maka tradisi ini digantikan menjadikan para gemblak sebagai anak asuh dari para Warok, mereka disekolahkan dan dirawat seperti anak mereka sendiri. Biasanya para gemblak adalah para penari jathilan atau biasa disebut juga penari kuda kepang. Semenjak saat itu para penari jathilan dapat dimainkan oleh anak perempuan.

Kabupaten Wonogiri telah lama menjadi buah bibir di kalangan budayawan Reyog dan masyarakat Ponorogo. Betapa tidak, setelah tiga tahun berturut-turut sukses menjadi juara dalam Festival Reyog Nasional sejak tahun 2005, penampilan kelompok Reog Wonogiri sangat atraktif dan mampu menyihir ribuan penontonnya. Atraksi-atraksi serta tari yang ditampilkan Reog Wonogiri jauh dari kesan monoton. Itulah kelebihan kelompok kesenian Reog Wonogiri, setiap kali tampil selalu saja ada inovasi baru. Dalam pertunjukannya, Wonogiri menampilkan sesuatu yang baru, terdapat warna kolaborasi budaya Bali terutama di tari Warok. 



Foto : Reog Ponorogo Kini


Jika biasanya banyak orang menilai tari Warok sangat membosankan, justru hal inilah yang menjadi kelebihan kelompok kesenian Reyog yang satu ini. Dengan membawa umbul-umbul serta gerakan yang atraktif, tari Warok akhirnya memberikan kesan tersendiri. Begitu juga dengan tari Dadak Merak, Pujangganong, Kelana Suwandono juga Jatilan, mampu memberikan gerakan dan hiburan yang atraktif dan bisa dikatakan sempurna.


Berikut ini  Infografis Sejarah Reog Ponorogo :



Gambar : Infografis Reog Ponorogo : (Edwin Agus via http://2.bp.blogspot.com) (https://www.facebook.com/edwin.a.prasetyo.1?ref=ts&fref=ts)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar