Gambar : An early 18th-century Dutch map from a time when only the north coastal ports of Java were well known to the Dutch. via https://en.wikipedia.org/wiki/File:Java-Map.jpg
Gambar : Wonogiri: opgenomen door den Topografischen Dienst in 1919-1922 / Topografische Dienst. (Artist Date 1927 via http://media-kitlv.library.leiden.edu/)
Wonogiri, (Bahasa Jawa: Hanacaraka: ꦮꦤꦒꦶꦫꦶ, Latin, Wånågiri, secara harfiah "hutan (di) pegunungan"), adalahkabupaten di Jawa Tengah. Secara geografis Wonogiri berlokasi di bagian tenggara Provinsi Jawa Tengah. Bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo, bagian selatan langsung di bibir Pantai Selatan, bagian barat berbatasan dengan Gunung Kidul di Provinsi Yogyakarta, Bagian timur berbatasan langsung dengan ProvinsiJawa Timur, yaitu Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan dan Kabupaten Pacitan. Ibu kotanya terletak di Kecamatan Wonogiri. Luas kabupaten ini 1.822,37 km² dengan populasi 928.904 jiwa.
Sejarah berdirinya Kabupaten Wonogiri dimulai dari embrio "kerajaan kecil" di bumi Nglaroh Desa Pule Kecamatan Selogiri. Di daerah inilah dimulainya penyusunan bentuk organisasi pemerintahan yang masih sangat terbatas dan sangat sederhana, yang dikemudian hari menjadi simbol semangat pemersatu perjuangan rakyat. Inisiatif untuk menjadikan Wonogiri (Nglaroh) sebagai basis perjuangan Raden Mas Said, adalah dari rakyat Wonogiri sendiri (Wiradiwangsa) yang kemudian didukung oleh penduduk Wonogiri pada saat itu.
Sejarah berdirinya Kabupaten Wonogiri dimulai dari embrio "kerajaan kecil" di bumi Nglaroh Desa Pule Kecamatan Selogiri. Di daerah inilah dimulainya penyusunan bentuk organisasi pemerintahan yang masih sangat terbatas dan sangat sederhana, yang dikemudian hari menjadi simbol semangat pemersatu perjuangan rakyat. Inisiatif untuk menjadikan Wonogiri (Nglaroh) sebagai basis perjuangan Raden Mas Said, adalah dari rakyat Wonogiri sendiri (Wiradiwangsa) yang kemudian didukung oleh penduduk Wonogiri pada saat itu.
Gambar : Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I alias Pangeran Sambernyawa alias Raden Mas Said
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I alias Pangeran Sambernyawa alias Raden Mas Said (lahir di Kraton Kartasura, 7 April 1725 – meninggal di Surakarta, 28 Desember 1795 pada umur 70 tahun) adalah pendiri Praja Mangkunegaran, sebuah kadipaten agung di wilayah Jawa Tengah bagian timur, dan Pahlawan Nasional Indonesia. Ayahnya bernama Pangeran Arya Mangkunegara Kartasura dan ibunya bernama R.A. Wulan.
Julukan Pangeran Sambernyawa diberikan oleh Nicolaas Hartingh, gubernur VOC, karena di dalam peperangan RM. Said selalu membawa kematian bagi musuh-musuhnya.
Ia menikah dengan seorang wanita petani bernama Rubiyah, yang terkenal dengan julukannya "Matah Ati" atau Raden Ayu Kusuma Patahati.
Mulai saat itulah Nglaroh menjadi daerah yang sangat penting, yang melahirkan peristiwa-peristiwa bersejarah di kemudian hari. Tepatnya pada hari Rabu Kliwon tanggal 3 Rabi'ul awal (Mulud) Tahun Jumakir , Windu Senggoro : Angrasa retu ngoyang jagad atau 1666, dan apabila mengikuti perhitungan masehi maka menjadi hari Rabu Kliwon tanggal 19 Mei 1741 ( Kahutaman Sumbering Giri Linuwih), Ngalaroh telah menjadi kerajaan kecil yang dikuatkan dengan dibentuknya kepala punggawa dan patih sebagai perlengkapan (institusi pemerintah) suatu kerajaan walaupun masih sangat sederhana. Masyarakat Wonogiri dengan pimpinan Raden Mas Said selama penjajajahan Belanda telah pula menunjukkan reaksinya menentang kolonial.
Gambar : Ilustrasi pertempuran yang dipimpin Raden Mas Said via (Istimewa/ngawengunungkidul.wordpress.com)
Upaya perlawanan Pangeran Sambernyawa diawali dengan menyusun kekuatan dan mendirikan sebuah pemerintahan sederhana di daerah Nglaroh, Desa Pule, Kecamatan Selogiri, Wonogiri. Peristiwa itu terjadi pada hari tanggal 3 Rabiulawal (Mulud) tahun Jumakir windu Sengoro, dengan candra sengkala Angrasa Retu Ngoyag Jagad atau tahun 1666 dalam kalender Jawa. Dalam perhitungan kalender Masehi bertepatan dengan hari Rabu, tanggal 19 Mei 1741 Masehi.
Pada masa itu, situasi tanah Jawa dalam situasi krisis. Pada tahun 1740, di Batavia terjadi pembantaian orang Tionghoa yang dilakukan Kompeni Belanda (VOC) di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Adrian Valckenier. Peristiwa itu memicu pembangkangan massal dan perlawanan bersenjata di Surakarta yang dikenal sebagai Perang Tjina melawan Ollanda. Orang Tionghoa dan Jawa bersatu melawan Belanda. Ibu Kota Mataram di Kartasura yang dianggap dekat dengan VOC turut diserbu pasukan Tioanghoa dan Pasukan Jawa. Komandan pasukan Tionghoa, Kapten Sie Pan Jang diketahui menjadi guru militer Raden Mas Said.
Kalangan Istana Mataram terpecah dalam dua kelompok. Faksi Patih Natakusuma termasuk Raden Mas Said memilih melawan VOC dengan jalan bergabung bersama perlawanan pasukan Tionghoa. Raden Mas Said kemudian memilih pergi meninggalkan Keraton Kartasura, menyusun kekuatan di Laroh, sekitar Wonogiri. Raden Mas Said memimpin pasukan pemberontak yang bergerilya selama 16 tahun.
Dalam perjuangannya, Raden Mas Said melakukan kerjasama dengan Sunan Kuning dan Pangeran Mangkubumi. Ketika bekerjasama dengan Sunan Kuning, Raden Mas Said dibekali dengan kepandaian mengatur strategi serta cara menggunakan senjata dan kemudian diangkat sebagai senopati yang bergelar Pangeran Prangwedana memimpin 300 orang prajurit berani mati. Pertempuran pertama yang dilakukan bersama Sunan Kuning adalah melawan prajurit Kompeni dan prajurit dari Ternate. Hasil dari pertempuran tersebut adalah Raden Mas Said memperoleh kemenangan. Setelah menaklukkan Madiun dan Ponorogo, Raden Mas Said berpisah dengan Sunan Kuning yang kemudian tertangkap dan di buang ke Ceylon.
Sejarah berdirinya Kabupaten Wonogiri terkait erat dengan perjuangan Raden Mas Said ketika mulai menyusun kekuatan di daerah Nglaroh, Desa Pule, Kecamatan Selogiri (19 Mei 1741 M). Di daerah inilah dimulainya penyusunan bentuk organisasi pemerintahan yang masih sangat terbatas dan sangat sederhana. Inisiatif untuk menjadikan Wonogiri (Nglaroh) sebagai basis perjuangan Raden Mas Said, adalah dari rakyat Wonogiri sendiri (Wiradiwangsa) yang kemudian didukung oleh penduduk Wonogiri pada saat itu.
Jerih payah pengeran Samber Nyawa (Raden Mas Said) ini berakhir dengan hasil sukses terbukti beliau dapat menjadi Adipati di Mangkunegaran dan Bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya ( KGPAA) Mangkunegoro I. Peristiwa tersebut diteladani hingga sekarang karena berkat sikap dan sifat kahutaman ( keberanian dan keluhuran budi ) perjuangan pemimpin, pemuka masyarakat yang selalu didukung semangat kerja sama seluruh rakyat di Wilayah Kabupaten Wonogiri
Berikut ini foto-foto Wonogiri dalam rentang sejarah pada tahun 1900 an dimana pemerintah Hindia Belanda paska kebangkrutan VOC memiliki peran penting dalam perkembangan wilayah Wonogiri dimana di daerah yang langsung ada di bawah pemerintahan administratif Hindia belanda termasuk wilayah praja kejawen (Vorstenlanden) yaitu daerah Surakarta – Jogjakarta yang tidak terkena pelaksanaan sistem tanam paksa tetapi berlaku sistem persewaan dan setelah 1 Januari 1800 Indonesia beralih tangan dari VOC ke pemerintah Hindia Belanda dan pada tahun 1830 dimulailah masa penjajahan yang sebenarnya dalam sejarah Indonesia khususnya di wilayah Wonogiri. Di masanya, dalam sistem persewaan tanah dipertegas penggantian kedudukan para patuh (tuan kebun) oleh para penyewa tanah. Hubungan feodal tradisional tetap berlaku antara patuh dan petani. Selain itu, petani pun masih mendapat beban pajak dan tenaga kerja dari penguasa bumiputra. Dengan demikian, petani atau wong cilik mendapat beban rangkap, yaitu dari penyewa, Pemerintahan Hindia Belanda, dan penguasa bumiputra yang dikumpulkan dari berbagi sumber :
Foto : Europese woning te Wonogiri. (Circa 1910 via http://media-kitlv.library.leiden.edu/)
Foto : Pakoe Boewono X, soesoehoenan van Soerakarta, en zijn echtgenote Ratoe Mas op bezoek te Wonogiri. Uiterst links met hoed: J.P.G. Rademaker; direct achter de soesoehoenan: resident P.M. Letterie. Person ; Ratoe Mas, Rademaker, J.P.G., Pakoe Boewono X, Letterie, P.M. (Circa 1922-02 via http://media-kitlv.library.leiden.edu/)
Foto : Administrateurswoning van indigo- en koffieonderneming Tiris bij Wonogiri (Circa 1900 via http://media-kitlv.library.leiden.edu/)
Foto : Administrateurswoning van onderneming Mento Toelakan bij Wonogiri (Circa 1900 via http://media-kitlv.library.leiden.edu/)
Foto : Hydraulische pers op vezelonderneming Mento Toelakan bij Wonogiri (Circa 1930 via http://media-kitlv.nl/)
Foto : Snijden van agaveblad door een vrouw op vezelonderneming Mento Toelakan bij Wonogiri (Circa 1930 via http://media-kitlv.nl/)
Foto : Lijnbaan op vezelonderneming Mento Toelakan bij Wonogiri via (Circa 1930 via http://media-kitlv.nl/)
Foto : Vervoer per ossenkar van agavebladeren op vezelonderneming Mento Toelakan bij Wonogiri via (Circa 1930 via http://media-kitlv.nl/)
Foto : Ophangen van de vezels om te drogen op vezelonderneming Mento Toelakan bij Wonogiri. via (Circa 1930 via http://media-kitlv.nl/)
Foto : Sorteerloods en schroefpers op vezelonderneming Mento Toelakan bij Wonogiri.(Circa 1930 via http://media-kitlv.nl/)
Foto : Transport van agaveblad per buffelkar op vezelonderneming Mento Toelakan bij Wonogiri (Circa 1930 via http://media-kitlv.nl/)
Foto : Vrouwen sorteren vezels op vezelonderneming Mento Toelakan bij Wonogiri (Circa 1930 via http://media-kitlv.nl/)
buat siapapun penulisnya saya sangat2 berterimakasih. boleh bagi pustakanya tidak ya?
BalasHapus